“Siapa Pacar-mu Sekarang”


Jumat siang di hall lt 1 Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga, aku dan teman baikku (Mia) tengah menghibur diri terhadap kebosanan dengan memanfaatkan fasilitas wifi yang disediakan pihak kampus. Mungkin mengisi kekosongan waktu siang itu dengan berwifi-ria dapat menghapus kebosanan bagi mia, tapi tidak bagiku. Kenapa tidak? Ya, bagaimana tidak, kebetulan laptop milikku sedang dalam masa pemulihan dari ketidak-berfungsian-nya (alias sedang di servis), jadi bisa dibilang aku hanya melihat temanku membuka-buka link-link boysband korea kegemarannya dan itu membuatku semakin bosan, karena aku tidak cukup tahu tentang hal-hal berbau korea. Kenapa tidak pulang saja? Ya, itu pertanyaan bagus. Sebenarnya alasan utama mengapa aku rela untuk berlama-lama dikampus adalah untuk menunggu mata kuliah pelajaran agama Islam selesai. Lha, kenapa begitu? Toh kamu non-Muslim, apa yang kamu tunggu? Ya, aku menunggu seseorang (Recy,juga teman baikku) untuk nebeng pulang, kebetulan rumah kami searah dan dia seorang Muslim. Akhirnya aku menghabiskan waktuku di hall dengan mengamati suasana hall siang itu yang ramai dengan mahasiswa semester 2 dan 4 (ada yang sibuk dengan tugas-tugas mereka, ada yang sibuk dengan pacar mereka, ada pula yang sibuk tertawa sambil menikmati wifi gratis kampus). Ya, cukup menghibur… HAHAHA…
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja ada sesosok “makhluk halus” (hahaha..) yang datang mendekatiku. Bukan benar-benar makhluk halus tentunya, hehe., yang aku maksud adalah senior lelaki yang berperasaan seperti perempuan (just kid), namanya Tantra. Seniorku yang satu ini cukup dekat denganku (sebagai teman tentunya, bukan yang lain-lain). Ya  karena dia salah satu teman baik mantanku yang juga seorang senior di FKH, dan aku sering sekali mengerjai-nya. Mas Tantra (begitu aku memanggilnya), dengan senang hati bercerita tentang keluh kesah dirinya dan tentang mantannya yang mendapat skandal mempunyai hubungan dengan salah satu dosen di FKH. Dia memang cukup menyenangkan untuk dijadikan sebagai teman curhat. Setelah dia bercerita panjang lebar dan juga menanggapi pertanyan-pertanyaan yang aku ucapkan, tiba-tiba saja dia balik menanyakan kepadaku sesuatu yang cukup sulit untuk dijawab.
 “Siapa pacar-mu sekarang?”
Hash... Kenapa harus menanyakan hal itu? Sebenarnya tidak ada salahnya jika dia atau orang lain bertanya kepadaku tentang siapa pacar-ku saat ini. Toh, jawabanya akan sama saja:
                “Tidak ada seorangpun”.
Tapi setelah itu mereka akan semakin menginterogasiku seperti seorang narapidana yang sedang dihakimi, atau seperti seorang selebritis yang sedang diwawancara (setidaknya menjadi selebritis lebih baik daripada menjadi narapidana). Dan yang aku khawatirkan terjadi..
“Kenapa kamu ga punya pacar? Bukannya kamu  pernah bikin status di FB kalau sudah punya pacar?” OMG, aku ga pernah pasang status “sudah punya pacar”,hahaha… Aku bingung mau menjawab bagaimana.
“Trauma kali, Mas. Hehehe.. Wah, aku ga pasang status gitu koq. Aku bilang ada cow yang nembak aku, tapi aku tolak. Masa’ kaya gitu diartikan aku udah punya pacar, hahaha…”
“Emang siapa yang nembak kamu? Anak FKH? ”
 “Dua orang bukan anak FKH, tapi ada satu anak FKH, temanku satu kelas”
“Kenapa di tolak? Siapa yang anak FKH? Aku kenal ga?” wah, semakin gencar pertanyaannya.
“Yang dua orang ketua-an buat aku, beda delapan tahun. Kalo yang temenku itu, ya karna aku ga pingin pacaran satu fakultas lagi.. bosen, hehehe… ”
Ya itulah sepenggal percakapan penting-ku dengan teman baik mantanku. Ada yang aku sembunyikan dari-nya dalam jawabanku yang terakhir. Sebenarnya bukan aku tidak ingin berpacaran dengan seseorang dari satu fakultas, tapi lebih karena aku ingin menjaga perasaan seseorang. Aku percaya, kalian tahu siapa yang aku maksud dengan “perasaan seseorang”. Hemm, jawaban yang tepat, “mantanku”. Memang sudah hampir dua tahun ini kami putus, akan tetapi tidak ada salahnya kan untuk saling menjaga perasaan satu sama lain. Dulu sewaktu masih memiliki hubungan (pacaran), aku pernah meminta-nya berjanji untuk tidak berpacaran dengan mahasiswi FKH jika kelak kami sudah putus (tidak berpacaran lagi). Dan sampai saat ini sepertinya dia masih menepati janjinya (“sepertinya”), dan yang bisa aku lakukan sebagai timbal balik adalah melakukan hal yang sama dengannya (walaupun dia tidak pernah memintanya).
Tapi sayangnya hubungan kami setelah putus menjadi amat sangat tidak baik. Kami berdua saling menjaga jarak dan saling menghindar satu sama lain. Itu kesalahanku. Sewaktu putus, dia memintaku untuk tidak menghindarinya. Tapi aku tidak bisa memenuhi permintaannya. Tahu-lah kalian, perasaan perempuan sangat rapuh ketika menghadapi hal-hal sulit*(bagiku) seperti itu. Bagaimana aku bisa tidak menghindarinya, jika setiap kali bertemu aku tidak dapat menahan air mataku. Oh, tidak!! Lama-kelamaan aku mulai bisa menguasai perasaanku dan air mataku, tapi sudah terlambat, dia mulai menghindariku (hingga saat ini). Seharusnya tak perlu ada kata penyesalan bagiku, tapi aku merasa sudah bersalah karena telah menjadi penyebab kebisuan diantara kami yang seharusnya baik-baik saja. Dan satu yang perlu dia (mantanku) ketahui, saat itu aku menghindar darinya bukan karena aku membencinya (tak pernah sekalipun dan tak pernah ada satupun alasan yang membuatku mampu membencinya hingga detik ini), walaupun aku memang terluka saat dia memutuskan-ku. Tapi aku tidak ingin menjadi seorang munafik dengan harus membenci orang yang pernah sangat aku sayangi untuk dapat melupakannya. “Membenci bukanlah jalan untuk melupakan sesuatu”. (Thaz 20/05/’11)

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © Thazlicious